Selasa, 28 Oktober 2014

Hamzah Al-Fansuri


Atjeh Pusaka - Hamzah al-Fansuri atau dikenal juga sebagai Hamzah Fansuri adalah seorang ulama sufi dan sastrawan yang hidup di abad ke-16. Meskipun nama 'al-Fansuri' sendiri berarti 'berasal dari Barus' (sekarang berada di provinsi Sumatra Utara) sebagian ahli berpendapat ia lahir di Ayuthaya, ibukota lama kerajaan Siam. Hamzah al-Fansuri lama berdiam di Aceh. Ia terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud. Dalam sastra Melayu ia dikenal sebagai pencipta genre syair. 

Dalam Ruba'i Hamzah Fansuri‚ selengkapnya, "Hanya yang sudah pasti, bahwasanya beliau hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Meukuta Alam (1016-1045 H-1607-1636 M).

Riwayat

Dari nama belakangnya “Fansur” dapat kita ketahui bahwa ia berasal dari Barus, kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, daerah pesisir Barat pulau Sumatra itu bila diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi “Fansur”. Sebagaimana tertulis dalam syairnya “Burung Pingai” 

Lahirnya Syeikh Hamzah al-Fansuri secara tepat belum dapat dipastikan, adapun tempat kelahirannya ada yang menyebut Barus atau Fansur. Disebut lebih terperinci oleh Prof. A. Hasymi bahwa Fansur itu satu kampung yang terletak antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh Selatan). Dalam zaman Kerajaan Aceh Darussalam, kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat pendidikan Islam di bahagian Aceh Selatan. 

Pendapat lain menyebut bahwa beliau dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus. Drs. Abdur Rahman al-Ahmadi dalam kertas kerjanya menyebut bahawa ayah Syeikh Hamzah al-Fansuri bernama Syeikh Ismail Aceh bersama Wan Ismail dan Po Rome atau Po Ibrahim (1637- 1687 M) meninggal dunia dalam pertempuran melawan orang Yuwun (Annam) di Phanrang. 

Mengenai tahun wafat Syeikh Hamzah al-Fansuri secara tepat selama ini tidak pernah disebut. Tetapi Azra dalam Jaringan Ulama menyebut bahawa ulama sufi itu wafat pada tahun 1016 H/1607 M. Disebutkan tahunnya itu sekaligus membantah bahwasanya Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri S-Singkili, menurut istilahnya) "tidak mungkin bertemu dengan ulama sufi itu", menurutnya "As-Singkili bahkan belum lahir". 

MISTERI MAKAM SYAIKH HAMZAH AL FANSURI

Makam tokoh Sufi tersebut masih sarat dengan  misteri yang menyelimutinya hingga sekarang? Oleh sebab, terdapat dua makam Syaikh hamzah Al Fansuri, yakni yang berada di Oboh Kecamatan Runding Pemerintahan Kota Subulussalam Aceh, dan satunya berada di Desa Ujung Pancu Kecamatan Pekan Bada Kabupaten Aceh Besar?

Misteri kebenaran dimanakah letak makam Beliau yang asli pun hanya didukung informasi yang simpang siur? namun, saya peroleh informasi jikalau Syaikh Hamzah Al Fansuri pernah tinggal di kedua tempat itu dan meninggalnya pun di klaim berada di kedua tempat itupula? Apakah benar?

Jalan setapak menuju makam Hamzah Fansuri di Ujong Pancu, Peukan BadaAceh Besar  (photo: wikipeda,si gam)

Makam Yang Berada Di Ujong Pancu Aceh Rayeuk 

Aceh memiliki banyak sejarah salah satunya tentang makam Tgk Gle Ujong di kawasan Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Menurut masyarakat di Gampong Lampageu kecamatan Peukan Bada Aceh Besar, pemilik makam sepanjang sekitar 9-12 meter itu dikenal dengan nama Tengkue Gle Ujong, yang di karena dia dimakamkan di ujung pancu.

Tgk Gle Ujong menurut cerita dari masyarakat Gampong Lampageu adalah seorang ulama yang dibunuh di desa Deah Geulumpang keucamatan meuraxsa Banda Aceh, setelah kepalanya dipenggal ulama tersebut diikuti muridnya, menyusuri pesisir pantai dengan membopong kepalanya diatas kedua tangan mereka menuju ke gunung Ujung Pancu ditempat itulah Syeh Hamzah Fansuri mengambil tempat sebagai makamnya.

Ujong Pancu merupakan nama geografs dari wilayah Gampong Lampageu yang secara administratif terletak di Kecamatan Peukan Banda, Kabupaten Aceh Besar. Wilayahnya dikelilingi pegunungan dan laut yang indah. Ujong Pancu juga dikenal sebagai tempat favorit untuk memancing dan tujuan pariwisata bernilai historis. Penduduk di wilayah ini tidak luput dari hantaman tsunami Desember 2004 silam disebabkan area permukiman mereka berada di kawasan pesisir.

Nama ulama Hamzah Fansuri As-Singkili sangat dikenal di nusantara ini. Makam beliau masih ramai dikunjungi para penziarah yang datang dari berbagai daerah. Makam beliau berada di kampong Obor terletak di Hulu Sungai Singkil. Makam itu bertulis : Inilah makam Hamzah Fansuri mursyid Syeikh Abdurrauf.

Dikatakan Hamzah Fansuri wafat sekitar 1016H/­1607M.Nama beliau lah menjadi salah satunya  yang membawa Aceh menjadi Serambi Mekah. Menurut A.Hasymi yang juga berasal dari Acheh, Hamzah Fansuri dan Ali Fansuri yang juga merupakan ayah kepada Abdul Rauf Fansuri adalah adik beradik.Kedua bersaudara ini berketurunan Parsi. Datuk nenek kedua nya,Syeikh Al-Fansuri dipercayai oleh kerajaan memimpin pusat pendidikan yang bernama Dayah Blang Pria.

Adapun mengenai riwayat hidup Hamzah Fansuri As-Singkili para sarjana berbeda pendapat karena tidak diketahui secara pasti tempat dan bila tarikh lahirnya. Akan tetapi berdasarkan fakta sejarah yang ada, Hamzah Fansuri diperkirakan hidup pada medio abad ke-16 saat Aceh di bawah pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Mukammil (997-1011 H/ 1589-1604 M).

Karya-karyanya:
Prosa 
Asrar al-Arifin
Sharab al-Asyikin
Zinat al-Muwahidin 

Puisi
Syair Burung Pingai
Syair Dagang 
Syair Perahu 
Syair Si Burung pipit
Syair Si Burung Pungguk
Syair Sidang Fakir 

Syair Perahu (Hamzah Fansuri) 

Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetul sudah

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.

Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.

Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.

Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.

Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.

La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.

Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.

Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.

Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ’azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.

Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.

Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.

Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.

Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.

Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
"yakin akan Allah" nama pawangnya.

"Taharat dan istinja’" nama lantainya,
"kufur dan masiat" air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.

Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
"Allahu Akbar" nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.

"Wallahu a’lam" nama rantaunya,
"iradat Allah" nama bandarnya,
"kudrat Allah" nama labuhannya,
"surga jannat an naim nama negerinya.

Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.

Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.

Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.

Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.

Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)

Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.

Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?

La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.

La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.

La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.

La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.


La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.

La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.

La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.

La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.



1 komentar:

  1. seorang yang sungguh rumit... memiliki satu jasad tapi memiliki kuburan yang banyak :( han ek ta pikee ngen nalar

    BalasHapus

Ulon tuan preh kritik ngoen nasihat jih. Maklum ulon tuan teungoh meuruno.

Seulamat Uroe Raya

Admin Blog Atjeh Pusaka mengucapkan Seulamat Uroe Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H... Neu peu meu'ah lahee ngon batein...