Selasa, 12 Mei 2015 , 13:18:00
JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ferry Mursidan Baldan
mengatakan, pembahasan tiga aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh, telah rampung. Saat ini hanya tinggal menunggu
sedikit revisi. Karena itu mudah-mudahan dalam waktu dekat pemberlakuannya
sudah dapat dilaksanakan seutuhnya.
“Untuk
Aceh (pembahasan tiga aturan,red) sudah selesai. Kemarin itu kan sudah ada
pertemuan antara pemerintah pusat yang dipimpin Wakil Presiden dengan
Pemerintah Provinsi Aceh. Sudah ada kalimat hanya sedikit revisi, jadi
sebenarya tidak ada masalah prinsip lagi,” ujar Ferry di Jakarta.
Sebagaimana
diketahui, tiga aturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2006 hingga saat ini belum
dapat diberlakukan. Pasalnya, sejak perjanjian Helsinski, baik pemerintah pusat
maupun pemerintahan di Aceh, masih terus tarik ulur terkait pasal-pasal yang
dimuat dalam tiga aturan tersebut.
Masing-masing
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Minyak dan Gas (Migas) lepas
pantai, RPP Kewenangan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres)
tentang Peralihan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Aceh.
Saat
ditanya ke Ferry, bagaimana dengan masalah pertanahan, menteri yang juga
politikus Partai NasDem ini kembali menegaskan, juga sudah tidak ada masalah.
Termasuk penempatan Kepala Badan Pertanahan di Aceh nantinya.
Menurutnya,
mekanisme pengangkatan akan mengacu seperti pola pengangkatan pejabat lain pada
umumnya. Bahwa Gubernur Aceh yang mengusulkan, kemudian Ferry selaku Kepala BPN
akan menyetujui.
“Untuk
BPN enggak ada masalah. Saya menegaskan, untuk kepala badan pertanahan di Aceh,
nanti diusulkan oleh gubernur. Saya hanya menyetujui. Gampang, jadi enggak ada
masalah lagi,” ujarnya.
Sebelumnya
Ferry juga mengatakan, desentralisasi kewenangan di bidang pertanahan di
Aceh merupakan amanah otonomi khusus Aceh. Artinya, dengan desentralisasi
pertanahan, hak-hak masyarakat Aceh atas tanah tidak akan berkurang sedikitpun
dan akan tetap terlindungi sebagaimana amanah konstitusi.
Namun
begitu, menurutnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
desentralisasi di bidang pertanahan. Yaitu peningkatan pelayanan pertanahan
kepada masyarakat, pembangunan ruang hidup yang berkeadilan baik bagi
masyarakat, pelaku usaha, dan semua pihak terlibat yang menyangkut kehidupan
bersama serta harmonisasi dan singkronisasi antara Pemerintah Aceh serta
pemerintah kabupaten/kota di Aceh.
“Apabila
desentralisasi ini tidak membawa kebaikan untuk masyarakat Aceh, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tidak segan-segan mengajukan
review peraturan terkait desentralisasi pertanahan di Aceh kepada Dewan
Perwakilan Rakyat,” ujarnya.(gir/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ulon tuan preh kritik ngoen nasihat jih. Maklum ulon tuan teungoh meuruno.