Inilah beberapa Pejuang GAM yang paling ditakuti Prajurit Indonesia
Atjeh Pusaka - Setelah deklarasi Aceh Merdeka oleh Teungku Hasan di Tiro di Gunung Halimon, Pidie pada 4 Desember 1976, kita cukup banyak mendengar cerita-cerita heroik pejuang Gerakan Aceh Merdeka. Kita mendengar cerita tentang keberanian, kebal peluru dan ilmu bisa menghilang.
Keahlian ini yang membuat mereka sangat ditakuti oleh TNI dan disegani oleh masyarakat. Untuk mereka para pejuang GAM ini, masyarakat menyebutnya sebagai awak ateuh atau orang dari gunung, yang menunjukkan para pejuang GAM ini bergerilya di hutan-hutan Aceh. Ini beberapa pejuang yang namanya sempat berkibar di Aceh dan sangat dicari oleh aparat keamanan.
Abdullah Syafi'i
Tgk. Abdullah Syafi'i, lebih dikenal dengan nama Teungku Lah (lahir di Bireun, Aceh, 12 Oktober 1947 – meninggal
di Pidie Jaya, Aceh, 22 Januari 2002 pada umur 54
tahun) adalah tokoh pejuang GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka.
Teungku Abdullah Syafie atau Teungku Lah adalah
Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan ditakuti lawan. Di
kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun sopan. Ia juga
santun dan bersahaja. Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah
menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima
Gerakan Aceh Merdeka seluruh Sumatera. Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah
memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak mendapat pendidikan militer di
Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu
suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata hanya untuk
mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati
oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di Desa Matang geulumpang Dua,
Bireuen. Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri
Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di
sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada
juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari setelah
Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).
Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia
banyak terlihat dalam dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan
militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal
penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku
Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri). Teungku Abdullah
Syafie meninggal dunia pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie
dalam sebuah penyergapan oleh TNI. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid
dalam penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat,
“Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid,
janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat
kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat
dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh)
merdeka”
Surya Darma alias Robert
Tahun 90-an, Surya Darma
atau Robert sangat terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang
sangat ditakuti dan diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama
para pejuang GAM lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar
beraksi pada 1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Tapi, siapa sebenarnya Robert? Dia
merupakan putra Minang asli, yang lahir di Lampaseh, Banda Aceh, dengan nama
Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit satu dari Batalyon 113 Kota Bakti, Pidie
ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke Timor Timur (kini Timur Leste) untuk
memerangi pasukan Fretelin.
Konon, sepulang dari Timor Timur, Robert
membuat ulah memukul anggota Polisi Militer saat nonton di Bioskop Beringin.
Atas ulahnya tersebut, Robert dihukum oleh komandannya dan sempat dititipkan di
LP Sigli. Setahun kemudian, Robert kembali membuat heboh dengan membobol kas
berisi uang kontan bernilai ratusan juta rupiah milik PT Arun. Karena terus
bikin ulah, Robert akhirnya dikeluarkan dari dinas militer.
Sejak lama Robert bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan GAM di sebuah sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM tetap Shalat walau di penjara. “ABRI yang digaji pemerintah malah berjudi, minum minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak anggota ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara dengan Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu kali, setelah memukul seorang Camat
di Batee, Pidie, Robert bersama Arjuna berhasil meloloskan diri dari kejaran
aparat. Dia pun memilih lari ke Malaysia. Pada Tahun 1993, Robert dihukum mati
secara in absentia oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
Arjuna
Selain Robert, pejuang GAM yang namanya
berkibar antara tahun 1989-1992 adalah Arjuna. Beda dengan Robert, Arjuna
adalah eks Libya (1988-1989), dan dikenal sangat berani serta ahli merancang serangan.
Dia pun termasuk intelektual GAM, jebolan dari Fakultar Kedokteran Hewan,
Universitas Syiah Kuala. Tak heran, setahun setelah bergabung dengan GAM,
Arjuna dipercaya menjadi komandan pasukan GAM Wilayah Pidie.
Arjuna termasuk angkatan terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer ke Libya bersama Ahmad Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di Libya yaitu Muzakkir Manaf juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang diculik di Medan.
Di dalam pasukan GAM, Arjuna
dikenal dengan nama Rambo, tokoh film Hollywood dalam perang Vietnam. Ini wajar
karena lelaki brewok ini sangat lihat dalam taktik perang gerilya. Dia masuk
list aktivis GAM yang paling diburu aparat keamanan. Merasa tak aman terus
berada di Aceh setelah terlibat pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie, Arjuna
meloloskan diri ke Malaysia tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia pulang ke Aceh. Ia
masuk lewat Pelabuhan Peureulak Aceh Timur yang relatif sepi dari ingar bingar
pergolakan. Ia kembali ke Bireuen sebentar, dan selanjutnya hijrah ke Bekasi.
Ia memilih menjadi pedagang kelontong dan sayuran di Pasar Bekasi. Garis
perjuangannya pun melunak. Terakhir ketika pulang ke Bireuen sekitar tahun
2001, Arjuna dieksekusi. Konon dilakukan oleh gerakan yang dulu pernah
dibelanya.
Ahmad Kandang
Nama aslinya Muhammad Rasyid. Tapi dia
lebih dikenal dengan nama Ahmad Kandang. Pasalnya, ia lahir dan tinggal di Desa
Meunasah Blang Kandang, Muara Dua, Aceh Utara. Akhir Desember 1998, Ahmad Kandang menjadi
pentolan GAM paling dicari aparat keamanan. Ia dituding sebagai dalang
pembunuhan sejumlah anggota ABRI. Hal itu pula yang mendorong ABRI (kini TNI)
melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang menjadikan Aceh sebagai medan perang.
Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi TNI menangkap Ahmad Kandang. Ia
dilindungi oleh pasukan dan masyarakat Kandang.
Ahmad Kandang dikenal sebagai
Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan Bank Central Asia (BCA) Lhokseumawe
pada Februari 1997 ini sangat dicintai masyarakat. Ia sering membagi rezeki
kepada penduduk di kampungnya. Ini pula yang membuatnya selalu dijaga oleh
masyarakat.
Pada pertengahan November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah mengepung rumah Ahmad Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee tersebut karena di dalam rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi. Warga bahkan membentuk pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu digunakan oleh pejuang ini untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad Kandang dikenal ahli perakit bom.
Banyak bom yang dipasang untuk menghadang laju operasi TNI dibuat olehnya.
Tapi, nasibnya tragis, karena dia meninggal karena bom yang dirakitnya meledak.
Padahal, bom itu dia siapkan untuk menghadang iring-iringan TNI.
Ishak Daud
Selain Ahmad Kandang, nama tokoh GAM yang
juga paling diburu aparat keamanan adalah Teungku Ishak bin Muhammad Daud atau
lebih dikenal dengan Ishak Daud. Panglima GAM Wilayah Peureulak ini punya
postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya juga ganteng dan mirip bintang film
India.
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala
Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak
pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil,
Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis
kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan sedang ibunya berjualan kue.
Merasa tidak pernah puas dengan kondisi
itu, pada awal tahun 1984, pada usia 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke
Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli
bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia,
Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapore. Apalagi banyak orang Aceh di
negeri singa itu.
Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga
bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapore pula
Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis
Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapore
Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya
tentang sejarah Aceh.
Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah
oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang
mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan
militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang
pemuda Aceh yang dikirim ke Libya. Sepulang dari Libya, Ishak Daud
singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana, Ishak Daud pun memutuskan pulang
ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik bus dan kembali ke
kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan
diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM.
Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada 20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos
ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu, dua tentara dan
seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok Ishak Daud juga berhasil mengambil 22
pucuk senjata M-16 dan senjata jenis Minimi. Untuk ulahnya tersebut, Ishak Daud
divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar
di Sabang karena dalam beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu
dielu-elukan oleh simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala
Biro Penerangan Aceh Merdeka.
Namun, Ishak Daud hanya sempat menjalani
hukuman dua tahun saja, karena pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman
Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan. Ishak memutuskan kembali bergabung
dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng.
Ishak meninggal dalam sebuah penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2003.
Abu Arafah
Teungku Abdul Meuthalib atau yang lebih
terkenal dengan Abu Arafah adalah Panglima GAM Wilayah Meureuhom Daya. Wilayah
operasional GAM Meureuhom Daya dalam struktur wilayah Gerakan Aceh Merdeka
meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, hingga Arongan, Kecamatan Samatiga, Aceh
Barat.
Abu Arafah dikenal militan karena sering
kali menyerang patroli TNI di Gunung Geureutee, Aceh Jaya. Dia sering-kali
mengultimatun pasukan TNI agar tidak melintasi wilayah kekuasaannya, mulai dari
Lhoong, Aceh Besar hingga Arongan. Setiap penyerangan yang terjadi terhadap TNI
di lintasan pegunungan itu diklaim dilakukan oleh pihaknya. Suatu kali,
pasukannya menyerang pasukan pengamanan bahan logistik TNI BKO Kecamatan Jaya
yang mengakibatkan Prada Suprianto, anggota TNI dari Kesatuan 320/Siliwangi
luka parah.
"Kita memang mempersiapkan serangan
itu, untuk mengingatkan mereka agar jangan menakali masyarakat," kata
Arafah kepada media ketika itu.
Abu Arafah juga mengajak TNI berperang
secara terbuka dengan pasukannya. Pasalnya, setiap selesai kontak senjata
dengan GAM, aparat TNI/Polri sering menyiksa masyarakat. Namun, ajakan perang
tersebut mendapat larangan dari ulama, apalagi seruan tersebut dilakukan pada
bulan Ramadhan. Para ulama cemas, karena Abu Arafah mengancam akan menyerang
pos TNI jika tak mau meladeni ajakan berperang di lokasi yang jauh dari
pemukiman penduduk.
"Kami menghormati dan menghargai
imbauan ulama dan tokoh masyarakat itu sepanjang pihak TNI/Polri tidak
mengganggu dan menindak masyarakat secara kasar," kata juru bicara AGAM
Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili Abu Arafah.
Abu Arafah meninggal dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh Jaya, pada 10 Oktober 2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini dikebumikan di kampung halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
Saiful alias Cagee
Amiruddin atau Saiful alias
Cagee bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998.
Ketertarikannya bergabung dengan GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful
alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu
Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco,
Razali dan beberapa orang lainnya. Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah
dikenal sangat berani dan nekat.
Cagee menjadi komandan operasi khusus pada
tahun 2002, karena sangat senang bertempur. Pasukan ini dibentuk tahun 2001
oleh GAM Daerah III Batee Iliek. Pada tahun 2002 pula, Cagee membentuk kamp
Gurkha di Gampong Darul Aman, Peusangan Selatan. Tapi karena kondisi makin
genting, dia memecah pasukannya menjadi tujuh regu, dua di antaranya bernama
regu Singa Bate (dengan komandannya Mirik) dan regu Geubina yang dikomandani
oleh Obeng. Setelah CoHA, Cagee menyatukan kembali pasukannya di Gurkha, agar
pasukan GAM tidak tersebar-sebar.
Cagee yang dikenal pemberani ini pernah
membanting stempel KPA Wilayah Bireuen di hadapan para petinggi GAM setelah
mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah karena sikapnya tersebut, pada Jumat
(22/07/12) Cagee ditembak mati di depan tokonya, Gurkha, di
Matang geulumpang Dua, Bireuen.
Selain nama-nama di atas, sebenarnya,
masih cukup banyak pejuang GAM yang legendaris dan ditakuti oleh TNI, seperti
Ayah Muni (panglima operasi wilayah GAM Aceh Besar), Abu Hendon, panglima GAM
Wilayah Deli yang meledakkan bom di kota Medan, atau Keuchik Umar, panglima GAM
di Pidie. Ada juga Udin Cobra, komandan operasi GAM di Pidie yang dikenal
sangat jago taekwondo, Pawang Rasyid yang namanya sangat dikenal di kawasan
Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di Pasee yang pernah menembak pesawat tempur
TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku Bari, komandan operasi GAM Batee Iliek,
dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan nanti kita punya waktu menulis tentang
mereka secara panjang lebar, sebagai bagian dari mengingat mereka. (Sumber:
taufik.mubarak )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ulon tuan preh kritik ngoen nasihat jih. Maklum ulon tuan teungoh meuruno.