Sebelum berdiri Kerajaan Islam Samudra/Pase, didaerah itu telah berdiri
kerajaan-kerajaan kecil, yang dipimpin oleh raja yang bergelar
"Meurah", seperti negeri Jeumpa, Samudra, Tanoh Data, dll. Dalam tahun
433 H . (1042 M.), datanglah kenegeri Tanoh Data (kira-kira sekitar
Cot girek sekarang) Meurah Khair, salah seorang dari keluarga Sulthan
Mahmud Peureulak, untuk mengembangkan Islam dan membangun Kerajaan Islam
Samudra/Pase dimana beliau diangkat menjadi rajanya yang pertama,
dengan gelar Maharaja Mahmud Syah, dan disebut juga Meurah Giri, 433-470
H. (1042- 1078 M).
Untuk
menyaksikan perkembangan Islam dalam Kerajaan Islam Pase/Samudra, pada
tahun 560 H . (1166 M.) datanglah seorang Ulama Besar dari Mekkah, Syekh
Abdullah Arif, dan sebagai kenang-kenangan oleh Ulama Besar tersebut
diberi gelar Sulthan Al Kamil kepada Maharaja Nurdin atau Meurah Nur.
Dalam masa Sulthan Al Kamil ini telah banyak datang tokoh-tokoh
pemimpin/ ulama dari Malabar dan Sarkasih. Salah seorang diantaranya
telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Kerajaan, yaitu Qaidul
Mujahidin Maulana Naina bin Naina A l Malabary, wafat Syawal 623 H .
(1226-M.), makamnya di Meunasah Ple Geudung, yang terkenal dengan nama
"Kubur Teungku Cot Mamplam".
Seorang
lagi Ulama yang diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Sulthan Alkamil,
yaitu Quthbulma'aly Abdurrahman A l Pasy, wafat bulan Zulqa'idah 610 H .
(1213 M.), dikebumikan di Geudung dan terkenal dengan nama "Kubur
Teungku di Iboh". Seorang lagi ulama besar bernama (Syekh Ja'kub Blang
Raya, menjadi pembesar kerajaan, seorang Muballigh dan ahli pikir. Wafat
Muharram 630 H . (1233 M.), dimakamkan di Blang Perija Geudung,
terkenal dengan "Kubur Teungku Jirat Raya". Pada waktu Pemerintahan
Sulthan Malikussaleh, telah datang ke Samudra Pase perutusan dari Syarif
Mekkah, yang diketuai oleh Syekh Ismail Al Zarfy, dimana didapatinya
Kerajaan Islam telah mempunyai lembaga-lembaga Negara yang teratur
dengan Angkatan Perang, Laut dan Darat yang kuat, antara lain
didapatinya:
1. Lembaga kabinet yang menjadi perdana menterinya Sri Kaya Said Khiatuddin,
2. Lembaga Mahkamah Agung, yang menjadi Mufti Besarnya (Syaikhul Islam)
Said Ali bin Ali Al Makarany,
3. Lembaga Kementerian Luar Negeri yang menjadi menterinya Bawa Kaya Ali
Hisamuddin Al Malabary.
Didapatinya
juga yang berpengaruh dalam pemerintahan yaitu golongan Ahlussunnah
dengan mashab Syafi'i. Dalam masa pemerintahan Sulthan Muhammad Malikud
Dhahir (688-725 H.), digabungkan Kerajaan Islam Peureulak dengan
Kerajaan Islam Samudra/Pase. Dan dalam masa pemerintahan Sulthan Ahmad
Malikud Dhahir, Kerajaan Beunua (Tamieng) digabungkan pula dengan
Kerajaan Samudra Pase. Dalam masa pemerintahan Sulthan Zainul Abidin
Malikud Dhahir (750-796 H).
Kerajaan Mojopahit menyerang Pase dibawah
pimpinan panglima Patih Nala, dengan bekerja sama dengan kerajaan Siam,
dimana dengan tipu daya yang licik utusan Raja Siam menculik Sulthan
Zainul Abidin. Karena tidak tahan peperangan gerilya yang dilakukan
rakyat/tentera, akhirnya balatentara Majapahit terpaksa meninggalkan
Pase, dengan membawa sejumlah tawanan, tawanan mana kemudian menjadi
pembawa Islam pertama kepulau Jawa. Daiam Zaman Pemerintahan Ratu
Nihrasiyah (801-831 H.), berkembang-suburlah paham Thariqat Wujudiyah
(mystic) yang bercabang dari gerakan Syi'ah.
Hal
ini tersebab karena Ratu telah mengangkat seorang tokoh terkemuka dari
gerakan Thariqat Wujudiyah menjadi Mangkubumi (Perdana Menteri), seorang
yang kejam yang telah menyuruh bunuh lebih 40 orang ulama-ulama
Ahlussunnah, dengan dalih karena mencegah dia memperisterikan
anak-kandungnya sendiri, Puteri Madoong Periya. Mangkubumi pemuka
Thariqat Wujudiyah ini kemudian dibunuh oleh Malik Mustafa, suami Ratu
Nihrasiyah.
Adapun silsilah dari Raja-raja Samudra Pase, yaitu
- Maharaja Mahmud Syah (Meurah Giri), 433-470 H. (1042-1078M.),
- Maharaja Mansur Syah, 470-527 H . (1078-1133 M.),
- Maharaja Khiyasyuddin Syah, 527-550 H. (1133-1155 M.),
- Maharaja Nurdin Sulthan A l Kamil, 550-607 H . (1155-1210 M.),
- Sulthan Malikus Salih, 659-688 H. (1261-1289 M.),
- Sulthan Muhammad Malikud Dhahir, 688-725 H . (1289-1326 M.)
- Sulthan Ahmad Malikud Dhahir, 725-750 H . (1326-1350 M.),
- Sulthan Zainulabidin Malikud Dhahir, 750-796 H. (1350-1394 M.),
- Malikah Nihrasiyah Rawangsa Khadiyu, 801-831 H. (1400-1427 M).
Setelah
terbunuh Sulthan Zainul abidin Malikud Dhahir, pemerintahan dijalankan
oleh Maharaja Nagur Rabath Abdulkadir Syah selama empat tahun (sampai
tahun 801 H.), kemudian diapun terbunuh. Menurut Muhammad Said, setelah
Nihrasiyah masih ada beberapa orang raja lagi, dan yang terakhir Sulthan
Abdullah, meninggal tahun 1513 M. Dari catatan-catatan sejarah, kita
dapat mengambil kesimpulan, bahwa Kerajaan Islam Samudra Pase telah
pernah mempunyai tamaddun dan kebudayaan yang tinggi, antara lain dapat
dibuktikan dengan :
1. 1.Telah
mempunyai pemerintahan dan lembaga-lembaga negara yang teratur,
perekonomian dan keuangan yang setabil, perdagangan yang maju,
lembaga-lembaga ilmu pengetahuan yangberkembang, angkatan perang yang
kuat dan hubungan luar negeri yang teratur, mata uang sendiri.
2. 2 Tentang kemajuan dan teraturnya Kerajaan Islam Samudra Pase, ibnu
Bathuthah yang dua kali singgah di Samudra Pase dalam perjalanan pergi
dan pulang dari negeri Cina, melukiskan dalam bukunya betapa tinggi
sudah kebudayaan Islam dalam Kerajaan tersebut, dimana beliau
menceriterakan tentang rajanya yang alim, bijaksana, berani dan cinta
kepada ulama; menterimenterinya yang arif budiman, ulama-ulama yang
salih dan jujur, keprotokolan yang sempurna, tatacara dan susunan
pemerintahan yang teratur, angkatan perang yang kuat, kemakmuran merata,
keadilan menyeluruh, kapal-kapal dagang yang melayari segala penjuru
samudra dan sebagainya. (Sumber: http://atjehpedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ulon tuan preh kritik ngoen nasihat jih. Maklum ulon tuan teungoh meuruno.