Atjeh Pusaka - Banyak adat Aceh yang termaktub dalam hadih maja. Baik tersirat maupun yang tersurat. Masyarakat Aceh saat ini dapat mengetahui peranan adat Aceh dalam masyarakat tempo dulu melalui hadih maja.
Disini akan dikemukakan beberapa peranan dan fungsi serta kemanfaatan adat Aceh tempo dulu yang tersurat dalam hadih maja. Tentu hadih maja ini merupakan bagian dari kajian literatur yang telah di susun oleh budayawan Aceh.
Pertama; Adat bak Poteu Meureuhom, hukom bak Syiah Kuala, kanun bak Putroe Phang, reusam bak Laksamana (adat pada Poteu Meureuhom, hukum pada Syiah Kuala, kanun pada putri Phang, reusam pada Laksamana). Hadih maja ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa adat merupakan keputusan raja. Keputusan-keputusan raja tersebut bersumber dari raja-raja Aceh tempo dulu. Selanjutnya disusun dalam lembaran-lembaran kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda.
Berbeda dengan hukum, hukum merupakan kumpulan peraturan agama yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Pada saat itu, hukum agama menjadi hukum kerajaan Aceh sebagai bentuk peran penting para Ulama. Lalu hukum tersebut dijadikan undang-undang dalam lembaran kerajaan Aceh pada masa Syeikh Abdur Rauf As-Singkily. Selain itu, pada masa kerajaan Aceh juga memiliki kanun (Qanun).
Hingga saat ini kanun menjadi sebutan di Pemerintah Aceh. Kanun merupakan peraturan daerah (perda). Pada masa kerajaan Aceh kanun juga merupakan undang-undang, kanun bersumber dari musyawarah para cendekiawan atas saran dari Permaisuri Sultan Iskandar Muda, Putroe Phang.
Begitu pula halnya dengan reusam, reusam merupakan peraturan daerah dalam kerajaan Aceh. Reusam bersumber dari para bentara wilayah kerajaan Aceh.
Disini akan dikemukakan beberapa peranan dan fungsi serta kemanfaatan adat Aceh tempo dulu yang tersurat dalam hadih maja. Tentu hadih maja ini merupakan bagian dari kajian literatur yang telah di susun oleh budayawan Aceh.
Pertama; Adat bak Poteu Meureuhom, hukom bak Syiah Kuala, kanun bak Putroe Phang, reusam bak Laksamana (adat pada Poteu Meureuhom, hukum pada Syiah Kuala, kanun pada putri Phang, reusam pada Laksamana). Hadih maja ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa adat merupakan keputusan raja. Keputusan-keputusan raja tersebut bersumber dari raja-raja Aceh tempo dulu. Selanjutnya disusun dalam lembaran-lembaran kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda.
Berbeda dengan hukum, hukum merupakan kumpulan peraturan agama yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Pada saat itu, hukum agama menjadi hukum kerajaan Aceh sebagai bentuk peran penting para Ulama. Lalu hukum tersebut dijadikan undang-undang dalam lembaran kerajaan Aceh pada masa Syeikh Abdur Rauf As-Singkily. Selain itu, pada masa kerajaan Aceh juga memiliki kanun (Qanun).
Hingga saat ini kanun menjadi sebutan di Pemerintah Aceh. Kanun merupakan peraturan daerah (perda). Pada masa kerajaan Aceh kanun juga merupakan undang-undang, kanun bersumber dari musyawarah para cendekiawan atas saran dari Permaisuri Sultan Iskandar Muda, Putroe Phang.
Begitu pula halnya dengan reusam, reusam merupakan peraturan daerah dalam kerajaan Aceh. Reusam bersumber dari para bentara wilayah kerajaan Aceh.
Bendera Kesultanan Atjeh tempo doeloe
Kedua; Hukum ngon adat lage zat ngon sifeut, tawiet han meulipat,tatarek han meujeu euet, adat dengoen kanun, lage kalam dengoen daweut, na jitron ujong rakam, tapandang di dalam kheut, kanun dengoen reusam, lage parang dengoen sadeup, dua-dua mata tajam, hana saban di dalam buet (hukum dengan adat seperti zat dengan sifat, tidak patah dan tidak melentur, adat dan kanun seperti pena dan tinta, adat tertulis dan dapat dilihat, kanun dan reusam bagai parang dengan arit, dua-dua matanya tajam, tapi tak sama dalam pekerjaan).
Hadih maja yang kedua ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa adanya keterpaduan dan kesatuan dalam peraturan-peraturan kerajaan Aceh. Keempat peraturan tersebut baik itu adat, hukum, kanun dan reusam berjalan beriringan dan saling berkaitan. Sehingga nuansa adat Aceh selalu sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Hal tersebut disebabkan oleh keterpaduan antara hukum dan adat. Begitupula dengan kanun dan reusam, keduanya diumpakan seperti parang dan sadeup (ani-ani), pada hakikatnya kedua benda tersebut kegunaannyasama tapi beda dalamtugasnya.
Oleh karena itu, kanun sangat berhubungan erat dengan adat. Artinya, peraturan kerajaan Aceh tempo dulu disesuaikan dengan adat setempat, dan adat setempat sesuai dengan hukum yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadits. Begitulah keterpaduan peraturan pemerintah Kerajaan Aceh tempo dulu.
Dengan demikian, pemerintah Aceh saat ini juga harus melakukan hal yang sama dalam setiap kanun yang dibuat. Kanun yang diundangkan harus sesuai dengan adat masyarakat Aceh, tidak hanya untuk kepentingan politik semata, namun juga untuk menghidupkan kembali adat istiadat dan budaya Aceh. (ADR)
Hadih maja yang kedua ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa adanya keterpaduan dan kesatuan dalam peraturan-peraturan kerajaan Aceh. Keempat peraturan tersebut baik itu adat, hukum, kanun dan reusam berjalan beriringan dan saling berkaitan. Sehingga nuansa adat Aceh selalu sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Hal tersebut disebabkan oleh keterpaduan antara hukum dan adat. Begitupula dengan kanun dan reusam, keduanya diumpakan seperti parang dan sadeup (ani-ani), pada hakikatnya kedua benda tersebut kegunaannyasama tapi beda dalamtugasnya.
Oleh karena itu, kanun sangat berhubungan erat dengan adat. Artinya, peraturan kerajaan Aceh tempo dulu disesuaikan dengan adat setempat, dan adat setempat sesuai dengan hukum yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadits. Begitulah keterpaduan peraturan pemerintah Kerajaan Aceh tempo dulu.
Dengan demikian, pemerintah Aceh saat ini juga harus melakukan hal yang sama dalam setiap kanun yang dibuat. Kanun yang diundangkan harus sesuai dengan adat masyarakat Aceh, tidak hanya untuk kepentingan politik semata, namun juga untuk menghidupkan kembali adat istiadat dan budaya Aceh. (ADR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ulon tuan preh kritik ngoen nasihat jih. Maklum ulon tuan teungoh meuruno.